Kolesterol merupakan zat lemak serupa lilin yang dihasilkan oleh hati,
dan juga bisa berasal dari makanan. Tubuh manusia memerlukan kolesterol untuk
membentuk sel-sel sehat, memproduksi sejumlah hormon, dan menghasilkan vitamin
D. Kolesterol juga diperlukan untuk menghasilkan zat yang membantu proses
pencernaan lemak.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhM4tX3AkEEJ3Ht52GtlDnSXRc6-0FgWaa5_7q35hyl5H-ouBwEjcK9QYW6KcFiO7_uvDMYPHfXM6Du_4677OWrYDf4cSFGxRAk75BD8v1v1lryXT4xlJSFrxF0YLa83QuwhFlVghRHICM/s200/Mengenal+Penyakit+Hiperkolesterolemia.png)
Kolesterol di dalam darah terikat pada protein. Kombinasi protein dan
kolesterol ini disebut dengan lipoprotein. Jenis lipoprotein meliputi:
Low-density lipoprotein (LDL). LDL berfungsi membawa kolesterol ke
seluruh tubuh melalui arteri. Bila kadarnya terlalu tinggi, LDL akan menumpuk
di dinding pembuluh darah, dan membuat pembuluh darah menjadi keras dan sempit.
LDL dikenal sebagai ‘kolesterol jahat’.
High-density lipoprotein (HDL). HDL berfungsi mengembalikan kolesterol
berlebih ke hati, untuk dikeluarkan dari tubuh. Oleh karena itu, HDL dikenal
sebagai ‘kolesterol baik’.
Gejala Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia tidak menunjukkan gejala apa pun. Pada umumnya,
seseorang tidak menyadari kadar kolesterol dalam tubuhnya tinggi sampai muncul
komplikasi, seperti serangan jantung atau stroke. Oleh karena itu, penting
untuk melakukan skrining kolesterol sejak usia dini.
Baca Juga :
Hidup Sehat | Mata | Kolesterol | Jantung | Kecantikan |
Para ahli menyarankan skrining dilakukan minimal satu kali pada anak
usia 9-11 tahun, dan pada remaja usia 17-21 tahun. Sedangkan untuk orang
berusia di atas 21 tahun, skrining sebaiknya dilakukan tiap 4-6 tahun sekali.
Pada penderita diabetes, serta orang yang memiliki riwayat hiperkolesterolemia
dan serangan jantung dalam keluarga, dokter akan menyarankan skrining lebih
rutin. Konsultasikan dengan dokter mengenai frekuensi skrining yang perlu
dilakukan.
Penyebab dan Faktor Risiko Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia umumnya disebabkan oleh kombinasi dari faktor
genetik dan gaya hidup yang tidak sehat. Di antaranya adalah:
Riwayat keluarga. Meskipun tergolong jarang, seseorang dapat mengalami
hiperkolesterolemia karena faktor genetik yang diturunkan dari orang tua dengan
penyakit yang sama. Kondisi yang disebut familial hypercholesterolemia ini
dipicu oleh mutasi sejumlah gen, seperti APOB, LDLR, LDLRAP1, dan PCSK9.
Pola makan yang buruk. Konsumsi makanan tinggi kolesterol, seperti
daging merah dan produk susu hewani, dapat meningkatkan kolesterol total.
Produk makanan hewani dengan kandungan lemak jenuh dan makanan ringan kaya
lemak trans, seperti kue atau biskuit, juga bisa meningkatkan kadar kolesterol.
Obesitas. Berat badan berlebih dengan indeks massa tubuh (IMT) 30 atau
lebih, memperbesar risiko hiperkolesterolemia.
Diabetes. Gula darah tinggi bisa meningkatkan LDL dan menurunkan HDL,
serta merusak dinding pembuluh darah.
Lingkar pinggang besar. Hiperkolesterolemia lebih berisiko terjadi
pada pria dengan lingkar pinggang di atas 102 cm, dan wanita dengan lingkar
perut di atas 89 cm.
Merokok. Selain dapat menurunkan kadar HDL, rokok juga merusak dinding
pembuluh darah, sehingga menjadi tempat penumpukan lemak.
Kurang olahraga. Olahraga membantu tubuh meningkatkan jumlah HDL.
Diagnosis Hiperkolesterolemia
Untuk mendiagnosis hiperkolesterolemia, dokter akan mengambil sampel
darah pasien guna diteliti di laboratorium. Melalui sampel darah tersebut,
dokter dapat mengetahui kadar kolesterol total dalam darah pasien.
Untuk mendapatkan hasil yang akurat, dokter akan meminta pasien
berpuasa 9-12 jam sebelum pengambilan sampel darah. Idealnya, kadar kolesterol
normal pada orang dewasa adalah:
LDL: 70-130 mg/dL.
HDL: lebih dari 40-60 mg/dL.
Trigliserida: 10-150 mg/dL.
Kolesterol total: kurang dari 200 mg/dL.
Kadar kolesterol yang melebihi kisaran tersebut, dapat meningkatkan
risiko seseorang terserang penyakit jantung dan stroke.
Pengobatan Hiperkolesterolemia
Langkah pertama untuk menangani hiperkolesterolemia adalah perubahan
pola makan menjadi lebih sehat, dan lebih teratur berolahraga. Bila langkah
tersebut telah dijalani namun kadar kolesterol masih tinggi, dokter akan
meresepkan obat-obatan yang tergantung kepada usia dan kondisi kesehatan
pasien.
Beberapa contoh obat untuk mengatasi hiperkolesterolemia adalah:
Statin. Obat ini bekerja dengan cara menghambat zat yang dibutuhkan
hati untuk memproduksi kolesterol. Hal tersebut memicu hati mengambil
kolesterol dari darah. Statin juga membantu tubuh menyerap kolesterol dari
timbunan kolesterol di dinding pembuluh darah. Contoh obat golongan statin
antara lain adalah atorvastatin, rosuvastatin, dan simvastatin.
Resin pengikat asam empedu. Obat ini menurunkan kadar kolesterol
secara tidak langsung dengan mengikat asam empedu. Hal tersebut menyebabkan
hati menggunakan kolesterol yang berlebih untuk membuat lebih banyak lagi asam
empedu, sehingga kadar kolesterol dalam darah menurun. Contoh obat ini adalah
cholestyramine.
Penghambat penyerapan kolesterol. Obat ini bekerja dengan membatasi
penyerapan kolesterol oleh usus kecil. Dengan begitu, usus kecil tidak dapat
melepaskan kolesterol ke darah dalam jumlah besar. Contoh obat ini adalah
ezetimibe.
Obat suntik. Alirocumab dan evolocumab tergolong obat jenis baru untuk
menangani hiperkolesterolemia. Jenis obat ini membantu hati menyerap kolesterol
LDL lebih banyak, sehingga menurunkan kolesterol total dalam darah. Dokter
umumnya meresepkan obat ini pada pasien dengan kelainan bawaan, yang menyebabkan
kadar LDL tinggi.
0 comments:
Post a Comment